Kamis, 19 Januari 2017

Keluarga Berencana vs Merencanakan Berkeluarga

Menulis tentang apapun yang ingin disampaikan dan dibagi ke banyak orang adalah motivasi awal saya. Selanjutnya adalah mengasah kemampuan menulis, untuk bisa menjadi salah satu penyebar ide dan pemikiran ke lebih banyak orang, tanpa mengenal batas dan waktu. Dan kompasiana, menjawab semua keinginan itu. Disini saya hendak berbagi tentang pengetahuan berkeluarga, kebetulan memang saya pun sudah mengalaminya. Meski masih seumur jagung, namun banyak hal baru dan ilmu yang bisa saya bagi ke pembaca yang belum pernah mengalaminya. Bagi yang sudah mengalami, manga bisa kasih koreksi dan masukan. Menikah adalah ibadah, dan termasuk ibadah yang dirasakan langsung manfaatnya. Namun, sekalinya kita keliru menjalankan ibadah ini, maka dampak buruknya pun bisa langsung terasa. Tidak seperti ibadah yang selainnya, seperti shalat, puasa, atau zakat. Dimana sebagian besar pertanggungjawabannya langsung pada sang Khaliq, Allah SWT. Menikah untuk sebagian kalangan dianjurkan untuk menikah dini, di bawah 20 tahun rata-rata untuk yang perempuan, sementara untuk yang laki-laki biasanya lebih tua sedikit. Akhirnya lahirlah, istilah menikah muda, dan banyak teman saya dulu waktu masih aktif di rohis sma, menginginkannya. Saya tak banyak mengkritisi saat itu, ya mungkin memang benar pikiran itu. Tetapi setelah saya mengalaminya sendiri, sekarang, ya setidaknya 9 bulan ini. Ide menikah muda menjadi sesuatu yang mengerikan, dan tak terbayang bagaimana bisa seorang remaja yang kondisi psikologi dan mentalnya masih labil itu bisa membangun sebuah proyek besar dalam hidup manusia, bernama keluarga. Untung saja, saya tidak ikut-ikutan saat itu, dan memilih untuk melanjutkan studi dulu hingga lulus S1. Mengapa saya menilai demikian, karena memang berkeluarga adalah sebuah proyek besar dalam hidup kita (manusia yang beradab). Mulai dari keluargalah bangunan budaya itu muncul di masyarakat. Mungkin sudah banyak orang mengetahui, bahwa elemen terkecil dalam sebuah masyarakat adalah Keluarga itu sendiri. Dan jalan masuk utama (bagi kita yang mengenal norma agama) adalah dengah menikah. Sehingga, bagaimana bisa tanggung jawab dan proyek penting ini dilakukan oleh remaja usia belasan, yang masih terbatas secara ilmu, pengalaman, dan yang pasti kemampuan finansialnya pun masih terbatas. Panjang lebar saya menulis, intinya saya ingin berbagi tentang ilmu untuk membangun keluarga. Ada istilah keluarga sakinah, mawadah, warahmah, tapi saya lebih ingin menyebutnya sebagai Keluarga yang Thoyibah dimana maknanya adalah keluarga yang seimbang. Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi yang mereka yang berniat untuk membangun keluarga itu cukup banyak. Disini saya ingin berbagi beberapa diantaranya, berdasar pengalaman, evaluasi diri, referensi dibaca dan diskusi dengan teman-teman diantaranya : Mematangkan Perencanaan Karir Kita Akan seperti apa keluarga yang akan kita bangun, dan saat kapan kita akan mulai membangun keluarga, sangat bergantung pada perencanaan diri kita sendiri. Perencanaan hidup. Memang tidak mudah, tapi dari situlah semuanya bisa bermula. Agar semuanya bisa bersinergi, antara karir, dan keluarga, dan yang pasti semuanya harus bertujuan ibadah padaNya. Sebab Dunia Cuma tempat singgah sementara, jika hidup kita dibiarkan mengalir, lantas bagaimana pertanggungjawaban kita, jika suatu saat kita dipanggil oleh Yang Maha Kuasa?? 2. Mendalami Perencanaan Menikah a.Kapan => berbicara soal waktu, dan tentunya sudah diperhitungkan dengan kapan karir kita berjalan, sampai tahapan seperti, pendidikan kita, dsb. b.Dengan Siapa => berbicara soal kriteria, standar, dan hal ini WAJIB diawali dengan pengenalan diri dulu. Semakin baik kita mengenal siapa diri kita, maka akan semakin baik pulalah pasangan yang akan kita pilih. Sebab dengan mengenal diri, kita akan tahu kelemahan dan kelebihan yang kita miliki dan akan berdampingan dengan orang seperti apa, agar hidup kita bisa sukses di dunia dan akhirat. (Cieeeee…) c.     Bagaimana => adalah tentang tahapan yang lebih detil dari visi besar kita, berbicara tahapan pasti ada targetan waktu juga, dan bagaimana caranya. Dari proses perkenalan, keakraban, penyamaan visi hidup, hingga soal teknis acara pernikahannya. Berbicara teknis pernikahan itu akan lebih detil lagi, mulai dari tempat, waktu, biaya, siapa saja yang diundang, dan kesemua teknis tadi akan lebih baik dibahas dengan pasangan yang sudah pasti akan menjadi pendamping kita. 3. Mencari Pasangan berdasar kriteria è Mulailah menjalankan rencana, dimana kita akan mencari calon pasangan dan seperti apa. Yang pasti, proses ini sangat ditentukan dengan seberapa kita serius memperbaiki diri, sebab kata pepatah, orang baik akan berjodoh dengan orang baik, begitupun sebaliknya 4. Setelah ada balon (bakal calon), barulah kita mengenalkan Visi keluarga yang hendak dibangun pada pasangan, dari perkenalan dan keakraban, setelah itu sering-seringlah berdiskusi hal-hal serius yang menjurus pada penyamaan visi. Janganlah waktu proses pacaran itu kita habiskan dan diisi dengan hal-hal yang menyenangkan saja dan berjangka pendek, malah tidak bermanfaat sama sekali. Istilah dalam sebuah buku yaitu layaknya pertemuan para stake holder atau pemegang saham dalam sebuah perusahaan. Disitu banyak hal penting yang harus dibahas dan disepakati di awal. Dan tahapan inilah yang cukup memakan waktu, dan menjadi proses penyaringan tingkat akhir, dalam menentukan seseorang layak atau tidak menjadi pasangan kita 5. Jika sudah sepaham barulah mengenalkan pada keluarga masing-masing e             The last but not the least.. semua ini adalah permulaan… dari perjalanan panjang proyek membangun Keluarga. So, Keluarga Berencana adalah sebuah program pemerintah, dan bagian dari program itu adalah Merencanakan untuk berkeluarga secara lebih detil sebagaimana yang saya sampaikan di atas. D         Demikian pemikiran saya, silahkan bagi yang ingin menambahkan, sebab ilmu saya masih terbatas di 9 bulan usia pernikahan saya dan suami. Semoga bermanfaat. Mari bangun masyarakat Indonesia, DIMULAI DARI SINI. MERENCANAKAN PEMBANGUNAN KELUARGA YANG SEIMBANG.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yeyemdj/keluarga-berencana-vs-merencanakan-berkeluarga_5528f7516ea834213f8b45b7

Artikel Terkait

Newest Post